Monday, September 29, 2014

Hikmah Sepiring Nasi Goreng Kambing

Kalian tahu kan seberapa inginnya aku kembali langsing seperti waktu muda dulu?
Kalian juga tahu kan betapa parnonya aku dengan yg penyakit yg disebut pembunuh manusia modern itu, jantung, kanker, dll dsb itu?
Sehingga aku kekeuhhh cobain segala diet, olahraga, ina inu biar bisa sehat dan langsing..

Lalu apa yg terjadi ketika sepiring Nasi Goreng Kambing disodorkan padaku?
Suara-suara itu pun muncul di benakku..

Saat belum mulai menyendok..
#1 kalorinya berapa inii
#2 kolesterol! asam urat
#3 gorengan! ga sehat!
#4 kudu ikut kelas sepeda nih, kudu treadmill 1 jam nih

Ketika sudah mulai menyendok
#1 keasinan, kemanisan, ga ada rasanya
#2 kemahalan aahh, dagingnya dikit
#3 kayaknya dagingnya ga fresh nih
#4 enakan bikinan guaa

Tanpa sadar aku melakukan sesuatu yg kontradiktif dengan doaku sendiri.. supaya Allah menjadikan aku hamba yg senantiasa bersyukur atas pemberianNya..

Lupa,
bahwa tak semua hamba Allah bisa makan hari itu.. ada yg terlalu papa hingga tak mampu membeli makan, ada yg saraf lidahnya rusak hingga tak mampu mencecap rasa, ada yg terlalu lemah hingga tak mampu mengunyah, entah apa enaknya nasi goreng kambing kelas wahid jika disajikan via selang?

Lupa,
bahwa untuk mengolah sepiring nasi goreng kambing yg rasanya tidak sesuai lidah kita, sama effortnya dengan sepiring nasi goreng yg rasanya cocok dengan kita. mas/mbak koki pasti tidak bermaksud membuatnya tidak enak, atau keasinan/kemanisan tadi. mas/mbak koki juga tidak bermaksud membunuh kita dengan meramunya super enak atau tidak enak, super lengkap dengan banyak daging dan jeroan, atau dengan daging yg irit. kan aku juga suka masak, apa pernah aku bermaksud membunuh customerku saat membuat cake yg magteg, enggaaaaaaaaa.. no waaayyyyyy..

Lupa,
bahwa dibalik sepiring nasi goreng kambing itu, ada proses dan jerih payah banyak orang di balik layar yg harus kita hargai. yahh, persis seperti thread di media sosial beberapa hari lalu tentang kebiasaan orang Jerman menghabiskan makanan sebagai penghargaan kita untuk setiap tetes keringat dibalik penyajian sepiring makanan. nasi dari padi yg harus ditanam pak tani, di beri pupuk, disiram, dijaga dari hama, digiling, disosoh, diangkut ke kota, ditanak, lalu digoreng. emping dari pohon melinjo yg juga ditanam, dipanen, harus dibuka dari cangkangnya, digepuk, dijemur, dikemas, diangkut ke kota, digoreng. acar dari timun tomat cabe yang harus ditanam, dipanen, diangkut ke kota (kadang busuk di jalan jika jalanan pantura lagi ngadat), dipotong-2, diasamkan dengan cuka. piring tempat menyajikannya pun tidak sekonyong2 diterima dari langit, kecuali nanti banyak kiriman piring terbang dari alien yah, saat ini piring itu harus dibuat dan dicuci dengan resiko pecah.

Astagfirullahaladzim, mohon ampunanMu Ya Allah, betapa alpanya hambaMu ini dari kesyukuran atas nikmat yang Kau beri, betapa penuhnya kepala hamba dengan pikiran buruk, hingga alpa melihat keluasan KuasaMu..
bukan salah makanan itu aku tidak lagi langsing tetapi langsung, seharusnya pun aku bersyukur soal "langsung" karena kini ramai sekali teman-temanku menulis tentang pilkada "tak langsung", uppsss beda yah itu wkwkkwkw.. bukan salah makanan itu jika aku jadi ga sehat, bukan salah kokinya juga kalau terasa ga enak..

Ketika kita sudah meminta, maka lakukan bagian kita, Allah sudah memberi rejeki, maka bersyukur dan berprasangka baiklah atas nikmat yg diterima..

#selfreminder




No comments:

Post a Comment