Sunday, February 19, 2006

Belajar dari sang kecoa

Sejak kecil aku punya fobia pada kecoa yg makin menjadi-jadi saat bertambahnya usia. Sering bertanya-tanya kenapa sih Tuhan harus menciptakan mahluk mengerikan yg satu itu. Jorok, kulitnya coklat legam, mukanya seram, bersungut, ga ada sisi keindahannya, n bisa terbang pula. Hiii, ini yg paling membuat ia menakutkan untukku.

Sambil terus bertanya-tanya tentang penting ga sih mahluk yg namanya kecoa itu hidup di bumi. Kalau memang ia diperlukan untuk proses pembusukan, memangnya tidak ada zat kimia yg bisa dikreasikan manusia untuk melakukan itu.

Tak dinyana, salah satu hal yg bisa memperkuat kekagumanku pada Allah Sang Pencipta Yang Maha Sempurna justru datang dari mengamati kecoa. Hewan kecil (kecuali kecoa hutan yg sering kutemui di kampus UI dulu yg gede banget), yg wujudnya diciptakan begitu buruk rupa dan menyeramkan, tidak seperti macan atau ular yg walaupun berbahaya tapi tampak manis dgn kulitnya yg warna-warni.Tapi apakah buruk rupanya kecoa menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyayanginya, lalu mencipta hanya sekenanya.

Tidakkah kita bisa melihat betapa hanya Tuhan-lah yang Maha Sempurna, mungkin mahluknya tidak sempurna, tapi Tuhan sudah menyiapkan segala-sesuatu yang sekiranya diperlukan oleh mahluknya untuk hidup. Kecoa si buruk rupa itu diberikan banyak kelebihan oleh Allah, ia bisa hidup dimana saja, bahkan di tempat paling nista pun, ia sanggup hidup di tempat kering maupun basah, tempat terang maupun yg amat gelap, bisa makan apa saja (dari sisa makanan yg masih enak hingga kotoran), limbah dan detergen bukan masalah untuknya, tidak terlalu banyak predatornya, selain dikaruniai kaki yg bisa membuatnya cepat menyelinap, ia juga diberi sayap yg cukup kuat untuk terbang tinggi. Sehingga insektisida pun diperlukan khusus untuk mematikan seekor kecoa. Dahsyat  bukan perencanaan Tuhan untuk jalan hidup setiap mahluk yg Ia ciptakan.

Umumnya manusia tak pernah cukup puas untuk dapat menerima dirinya, lebih sering melihat apa yg tidak dan belum ada pada dirinya dibandingkan mensyukuri yg ada dan mengoptimalkan manfaat dari apa yg sudah ada itu. Sementara apa yg dimiliki seringkali membuat manusia lupa diri dan sombong, padahal semua hanya pinjaman dari Allah. Tapi Allah adalah organizer yg Maha Hebat, setiap detil hidup mahlukNya telah Ia petakan, Ia tahu mana yg terbaik untuk semua mahlukNya, tanpa kecuali, seperti si kecoa tadi. Bisa dibayangkan kalo kecoa seperti manusia yg kena hujan saja bisa flu berat, demam tinggi, makan makanan basi bisa kejang-kejang keracunan, wah dibutuhkan banyak sekali rumah sakit dan dokter kecoa ;-p.

Intinya tidak ada mahluk yang sempurna, yang sempurna hanyalah Sang Pencipta saja. Kalau Tuhan berkehendak, sesuatu yg mustahil bagi kita terjadi bisa saja terjadi, atau sebaliknya. Yang perlu kita yakini Allah mencintai semua mahluknya, tanpa terkecuali, walau bentuk cintaNya terkadang tidak sesuai dgn yg kita harapkan tapi Allah selalu berikan yg terbaik.

- puspita widowati, valentine's day 2006 -