Sudah cukup lama aku mendengar keindahan gugusan pulau di karimun jawa, jadi ketika Ratna dan Ajenk memberitahu tentang ekspedisi yang diadakan oleh Explore Indonesia bersama Majalah Tamasya, langsung tanpa ba-bi-bu kuputuskan berangkat. Untunglah sebelumnya aku memang sudah packing untuk persiapan liburan ke Ujung Kulon bersama Nature Trekker yang kemudian dibatalkan akibat isu-isu seputar kondisi anak Krakatau yang sedang menggelora.
Kamis malam, bertepatan dengan hari Kartini, kami berkumpul di meeting point Jl. Jaksa, surprise juga bertemu beberapa rekan yang sebelumnya kami kenal di Nature Trekker seperti Diana, Iyus, Nuri dan Nurhayati. Jadi jangan heran kalau berikutnya tim kami jadi tamu paling berisik di perjalanan ini.
Kurang lebih jam 11.30 kami bertolak menuju Semarang menggunakan 2 bis carteran. Perjalanan terasa panjang dan melelahkan karena umumnya peserta yang berjumlah 60 orang bekerja di pagi harinya. Jalan yang rusak di sepanjang pantura membuat waktu perjalanan yang seharusnya dapat ditempuh dalam 8 jam molor menjadi 12 jam. Kelelahan perjalanan darat membuat sebagian peserta mabuk laut saat menyebrangi lautan, padahal kapal eksekutif Kartini yang kami tumpangi dari pelabuhan Tanjung Emas Semarang sangat kokoh dan cukup stabil menghadapi ombak tinggi yang menghantam. Untunglah aku sempat minum antimo yang membuatku terlelap sepanjang penyeberangan selama 4 jam itu.
Tiba di pulau Karimun Jawa saat surya terbenam, kami langsung dijemput dengan mobil pick up dan diantar menuju homestay. Ada 3 homestay yang disewa EI untuk menampung kami semua, yang terbesar adalah Ham Fah milik Pak Arief. Dalam lelah dan lengket tubuh kami, pisang goreng, kacang rebus dan wedang jahe hangat yang disediakan timnya Pak Arief menjadi pelipur lara yang terindah. Setelah mandi, kami langsung disuguhi makan malam ikan bakar, cumi goreng dan juga sup ikan yang melimpah. Berlanjut dengan sedikit briefing yang disampaikan Mas Arya, ketua EI dan pembagian kamar oleh Tamasya, aku dan beberapa rekan merangsek jalan ke dermaga lama, menikmati indahnya bulan purnama sambil mengintip para nelayan yang berangkat melaut.
-- sunrise at Watu Putih --
Dini hari jam 4, suara lantang Maruf dari EI sudah membangunkan kami mengajak bergegas trekking menuju Pantai Watu Putih untuk melihat sunrise. Masih setengah mengantuk aku, Ajenk dan Ratna berganti kostum, pagi ini tema kami adalah batik. Trekking ke Watu Putih hanya memakan waktu 30 menit, jalan yang menanjak membuat kami terpaksa membuka mata. Senang juga rasanya pagi hari berjalan memandang kehijauan pohon nan tinggi di perbukitan hutan lindung, sambil mencium aroma segar kayu bakar, ditemani meriahnya kukuruyuk ayam (entah milik warga desa atau ayam hutan, sama sih bunyinya ;p). Sesuai namanya, watu putih, pantai ini dipenuhi oleh bebatuan besar, namun berpasir putih lembut, airnya tenang berwarna biru muda kehijauan, dikelilingi oleh pohon mangrove dan nyiur melambai nan seksi. Saat sang mentari mulai terbit para rekan fotografer pun mulai sibuk beraksi. Setelah puas jeprat-jepret kami pun kembali ke homestay, mandi, sarapan dan bersiap dengan rencana perjalanan hari ini.
Jam 10, kami sudah berkumpul di dermaga lama, lengkap dengan ransel dan life jacket masing-masing. Tujuan pertama hari ini adalah pulau Menjangan Besar yang dapat ditempuh dalam 15 menit perjalanan dengan kapal tradisional (yang hanya mampu bermuatan maksimal 20 orang termasuk awaknya). Di pulau ini terdapat resort terapung, penangkaran ikan hiu dan penyu yang dikelola oleh keluarga keturunan suku Bajo. Beberapa rekan nekat menceburkan diri untuk merasakan sensasi berenang bersama 7 ekor hiu. Hiii, biar pun jinak please deh sama hiu gitu lhow…
-- Menjangan Besar Island --
-- the baby sharks --
Tak lama kami pun kembali ke kapal, melanjutkan perjalanan ke pulau Menjangan Kecil tempat kami akan bermalam. Hanya 15 menit dari pulau Menjangan Besar, kami sudah bisa melihat pulau kosong yang hanya dihuni oleh deretan pohon kelapa. Saat menunggu kapal merapat, aku melihat ke bawah kapal, ohlala jernihnya. Tim EI rupanya sudah selesai membangun 3 buah tenda besar yang akan kami gunakan untuk tidur malam ini, lengkap dengan toilet darurat persis seperti di film blue lagoon. Mampir sebentar untuk menaruh ransel dan bawaan lain di tenda, kami pun berangkat lagi menuju pantai sebelah barat pulau ini dimana terdapat titik penyelaman yang indah, Mylim Reef. Aku terus menerus melihat kebawah kapal dan berteriak-teriak kegirangan melihat terumbu karang yang indah. Teman-teman tampak tak sabar untuk langsung terjun ke air, mereka sudah siap dengan life jacket dan alat snorkel, saat jangkar dilepaskan, byurrr. Awalnya aku masih mencoba membujuk Ajenk dan Ratna agar mereka mau ikun terjun, sampai akhirnya aku yang tak pandai berenang ini tak kuat menahan godaan indahnya pemandangan bawah laut akhirnya menerjunkan diri juga. Pertama kali aku masih gelagapan belum terbiasa bernafas lewat mulut, akhirnya kali kedua aku justru ketagihan dan tak mau naik. Subhanallah tak terhenti, melihat karang berwarna merah, ungu, biru yang membentang, belum lagi sekelompok ikan kecil berwarna-warni yang berenang ke arahku seperti mengucapkan selamat datang dengan ramah. Ratnapun akhirnya tergoda dan sempat mencoba terjun 2x, walaupun cepat-cepat naik lagi karena panik melihat kedalaman laut.
-- Menjangan Kecil Island --
-- Snorkeling :) --
Ketika Yana (EI) sudah berteriak-teriak mengingatkan kami akan tibanya waktu makan, barulah kami naik ke kapal untuk kembali ke daratan pulau. Tiba di tenda ternyata makanan belum datang, sehingga kami memutuskan untuk trekking keliling pulau menyusuri pantai. Baju yg kami kenakan, yang sempat basah dipakai berenang akhirnya kering di badan, iyalah mataharinya jam 12 terik banget getu. Pulau Menjangan Kecil ini memang pulau kelapa, keliling pulau isinya pohon kelapaaaa doank plus semak belukar. Trekking 1 jam, kami sudah tiba lagi di tenda. Ransum sudah mulai dibagikan, hmm sambil berteduh dibawah pohon kelapa kami menikmati segarnya buah semangka plus nasi dkk. Sumpah ternyata semangka itu enak sekali, maka jadilah kami merayu mas Kelik, fotografernya Tamasya buat mengambil lebih banyak lagi, kres kres kres, segeerrr…
Setelah kenyang makan, kami bersiap lagi menuju pulau Geleang, konon pemandangan laut disana lebih indah, walaupun matahari masih diatas kepala, tetep deh temen-temen semangat bersnorkeling ria. Ratna memilih tinggal di pulau untuk mencari rumah kerang bersama rekan-rekan dari Tamasya. Arus di perairan Geleang lebih kuat daripada di Menjangan Kecil, sehingga kapal pun harus dipindahkan dari areal snorkeling, kali ini aku harus puas saja diatas kapal bersama Ajenk, Yana, Mbak Atiek dan beberapa rekan lain, melihat ikan-ikan oranye berenang-renang jauh disana. ( Uups itu temen-temenku yah, kirain ikan hihihi… ;-p)
Sekitar jam 4, barulah kami kembali ke Menjangan Kecil. Masih dalam rangka tergila-gila dengan laut, aku merayu Ajenk & Ratna untuk canoing bersama, kebetulan ada perahu yang nganggur. Huuplah, blub blub.. ternyata perahunya penuh air, jadi kami harus menguras dulu. Saat kami mulai mendayung ke arah barat, ternyata ada sepasang calon pengantin sedang session foto pre-wedding, seperti biasa bukan kami kalo nggak usil, mulai dengan siul-siul nakal, akhirnya kami berteriak-teriak “cium-cium-cium” menggoda pasangan tersebut. Sunset turun saat kami berada di tengah laut, untung Ajenk bawa kamera sehingga sempat memotret indahnya sang surya tenggelam.
-- sunset over the Geleang Island --
Sampai kembali ke tenda, Yana dan Mas Arya dari EI sudah menyiapkan bubur kacang hijau yang masih hangat, mmm enak, lagi dwonk… Malam ini EI mengadakan game ‘Cast Away’, kami diminta memasak beras di dalam kelapa, dibakar dgn api unggun hingga menjadi nasi uduk. Teman-teman semangat sekali menjaga agar api unggun tidak mati, aku memilih bersantai di pasir bersama Uwi dan Iyus, menatap bulan purnama yang sinarnya sangat terang, terpantul di air laut. Ternyata memasak dengan api unggun tidak semudah yang dibayangkan, hasilnya kelapanya gosong dan isinya masih mentah. Untung saja pihak panitia tetap menyediakan makan malam, ikan bakar, ayam goreng, sup, sosis, omelet, indomi, banyak banget.. sampai begah rasanya… Makan malam yg terlalu banyak membuat sebagian besar peserta kegerahan dan memilih tidur diluar tenda, menggelar sleeping bag, tidur menatap langit, bintang dan bulan. Sayang tiba-tiba hujan turun, kami bergegas tidur berhimpitan di dalam tenda. Kulirik jam di tanganku, tepat di angka 3 jarum pendeknya. Zzz… tidur lagi aahh…
Jam 6 pagi, beberapa rekan sudah mulai kegiatannya, ada yg berenang, canoing, dan snorkeling, ada juga yang sudah berkemas, pagi ini kami akan kembali ke Karimun Jawa, untuk selanjutnya kembali ke Jakarta. Berat rasanya hati meninggalkan Menjangan.
Tiba kembali di Karimun sekitar jam 9, kami langsung berebut kamar mandi, gile lengket sekali rasanya (maklum kami tidak mandi sewajarnya kemarin sore dan pagi tadi). Setelah semua peserta wangi dan rapih seperti sediakala, tim EI mengajak kami bertandang ke kantor dinas kehutanan setempat, mendengarkan informasi dari para petugas tentang perlindungan flora dan fauna di taman laut nasional maupun di hutan lindung karimun jawa yang sangat terkenal dengan tanaman khas pohon dewandaru. Hmm ternyata kesadaran masyarakat pulau tersebut tentang pentingnya menjaga kelestarian ekosistem alam sangat tinggi, hebat! salut deh buat penduduk Karimun Jawa.
-- love the blue of Karimun Jawa Island --
Selesai makan siang, ransel-ransel besar yang sudah tertata rapih di depan homestay mulai diangkut dengan mobil bak terbuka. Peserta bersiap jalan menuju pelabuhan Karimun Jawa yang hanya berjarak 5 menit dari homestay. Kapal Kartini sudah menanti untuk membawa kami ke Semarang. Tepat jam 2 siang kami bergerak meninggalkan pulau Karimun, haru rasanya memandang daratan karimun yang perlahan-lahan tak tampak lagi di sudut mata, satu kenangan indah terlekat disana dan satu janji tersimpan di hati, aku kan datang lagii…..
No comments:
Post a Comment